Uji Fehling
Pereaksi ini dapat direduksi oleh selain
karbohidrat yang mempunyai sifat mereduksi
juga dapat direduksi oleh reduktor lain. Pereaksi Fehling terdiri dari
dua larutan yaitu Fehling A dan Fehling B. Larutan Fehling A adalah CuSO4 dalam air, sedangkan Fehling B adalah larutan
garam KNatrat dan NaOH dalam air. Kedua macam larutan ini disimpan terpisah dan
baru dicampur menjelang digunakan untuk memeriksa suatu karbohidrat. Dalam
pereaksi ini ion Cu²+ direduksi menjadi ion Cu+ yang
dalam suasana basa akan diendapkan menjadi CuO2. Fehling B
berfungsih mencegah Cu²+
mengendap dalam suasana alkalis.
2 Cu+
+ 2 OH- Cu2O + H2O
Endapan
Uji
fehlings bertujuan untuk
memperlihatkan ada atau
tidaknya gula pereduksi.
Karena prinsip kerjanya adalah grafimetri sehingga dengan mudah dapat
ditentukan cuplikan yang mengandung karbohidrat. Pada
percobaan terlihat bahwa
dari 5 (glukosa, sukrosa, laktosa, kanji, madu) sampel yang diujikan
hanya 3 sampel yang positif terhadap uji ini, sampel yang memberikan hasil
positif adalah glukosa, laktosa
dan madu. Sedangkan pada sukrosa dan
kanji diperoleh reaksi yang negatif. Sudah diketahui bersama bahwa sukrosa tidak mengahasilkan
hasil positif terhadap uji fehling (lihat dasar teori), sedangkan kanji adalah polisakarida atau
biasa disebut juga
karbohidrat kompleks sebab polisakarida tidak memiliki gugus
gula reduksi sehingga memberikan
reaksi yang negatif pada uji Fehling.
Uji Tollens
Pereaksi tollens merupakan suatu
oksidator / pengoksidasi lemah yang dapat digunakan untuk mengoksidasi
gugus aldehid, -CHO menjadi asam karboksilat, -COOH. Senyawa-senyawa
yang mengandung gugus aldehid dapat dikenali melalui uji tollens. Contoh
senyawa-senyawa yang sering diuji dengan tollens adalah formalin,
asetaldehid, dan glukosa.
Uji tollens ini
dapat digunakan untuk membedakan senyawa-senyawa yang mengandung gugus
karbonil, -CO-. Senyawa karbonil ini dapat berupa aldehid, -CHO jika
gugus karbonilnya terletak di ujung (atom C nomor 1), dan dapat berupa
keton, -CO- jika gugus karbonil berada di tengah rantai C, atau paling
tidak pada atom C nomor 2. Karena sifat pengoksidasinya lemah, maka
tollens tidak dapat mengoksidasi senyawa keton.
Pereaksi tollens ini dapat dibuat dari larutan perak nitrat, AgNO3. Mula-mula larutan ini direaksikan dengan basa kuat, NaOH(aq), kemudian endapan coklat Ag2O yang terbentuk dilarutkan dengan larutan amonia sehingga membentuk kompleks perak amoniakal, Ag(NH3)2+(aq).
2AgNO3(aq) + 2NaOH(aq) → Ag2O(s) + 2NaNO3(aq) + H2O(l)
Ag2O(s) + 4NH3(aq) + 2NaNO3(aq) + H2O(l) → 2Ag(NH3)2NO3(aq) + 2NaOH(aq)
Bermacam cara dapat ditempuh untuk
membuat pereaksi tollens; yang penting larutan ini harus mengandung
perak amoniakal. Larutan kompleks perak beramoniak inilah yang dapat
mengoksidasi gugus aldehid menjadi asam yang disertai dengan timbulnya
cermin perak. Oleh sebab itu, larutan perak amoniakal ini sering ditulis
secara sederhana sebagai larutan Ag2O.
RCHO(aq) + Ag2O → RCOOH(aq) + 2Ag(s)
Persamaan reaksi redoks yang sebenarnya adalah :
Ag(NH3)2+(aq) + e → Ag(s) + 2NH3(aq)
RCHO(aq) + 3OH-(aq) → RCOOH(aq) + 2H2O(l) + 2e
Uji Iodin
Uji
iodin digunakan untuk medeteksi adanya pati ( suatu polisakarida ).
Pada percobaan masing – masing larutan sampel ditambahkan dengan 2 tetes
iodin, Iodin yang ditambahkan berfungsi sebagai indikator suatu senyawa polisakarida. Uji Iodin dalam percobaan dilakukan dengan 3 kondisi yaitu kondisi, netral,asam
dan basa,yaitu pada masing-masing tabung ditambahkan 2 tetes air pada
tabung I ( netral ), 2 tetes HCl pada tabung II ( asam ) dan 2 tetes
NaOH pada tabung III ( basa ). Kemudian ketiga tabung tersebut
dipanaskan, setelah dipanaskan pada tabung I dengan kondisi netral diperoleh (+2 tetes air) tidak terjadi perubahan warna, dengan basa (+ 2 tetes NaOH) tidak mengalami perubahan warna (warna tetap keruh) atau dengan kata lain tidak terbentuk ikatan koordinasi antara ion iodida pada heliks. Hal ini disebabkan karena dengan basa I2 akan mengalami reaksi sebagai berikut:
3 I2 + 6 NaOH → 5 NaI + NaIO3 + 3 H2O
Sehingga pada larutan tidak terdapat I2 yang menyebabkan tidak terjadinya ikatan koordinasi sehingga warna tetap keruh, sedangkan dengan kondisi asam (+ 2 tetes HCl) terjadi perubahan warna dari keruh menjadi bening.
Pada kondisi asam NaI dan NaIO3 diubah menjadi I2 kembali oleh asam klorida . Jadi pada kondisi asam-lah memberikan hasil uji terbaik. Dengan reaksi:
5 NaI + NaIO3 + 6 HCl → 3 I2 + 6 NaCl + 3 H2O
GULA SEBELUM DAN SESUDAH INVERT
Gula Reduksi
Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Hal
ini dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Senyawa-senyawa
yang mengoksidasi atau bersifat reduktor adalah logam-logam oksidator
seperti Cu (II). Contoh gula yang termasuk gula reduksi adalah glukosa,
manosa, fruktosa, laktosa, maltosa, dan lain-lain. Sedangkan yang
termasuk dalam gula non reduksi adalah sukrosa (Team Laboratorium Kimia
UMM, 2008).Salah satu contoh dari gula reduksi adalah galaktosa.
Galaktosa merupakan gula yang tidak ditemui di alam bebas, tetapi
merupakan hasil hidrolisis dari gula susu (laktosa) melalui proses
metabolisme akan diolah menjadi glukosa yang dapat memasuki siklus
kreb’s untuk diproses menjadi energi. Galaktosa merupakan komponen dari
Cerebrosida, yaitu turunan lemak yang ditemukan pada otak dan jaringan
saraf (Budiyanto, 2002).
Gula invert termasuk golongan gula reduksi karena dapat mereduksi ion tembaga dalamlarutan alkali.Salah satu yang termasuk gula reduksi adalah gula invert. Gula invertdihasilkan dari hidrolisis sukrosa menghasilkan glukosa dan fruktosa. Sukrosabereaksi bersama asam dalam campuran air dengan bantuan enzim invertase.
Struktur glukosa (rotasi +52.7°) Struktur fruktosa (rotasi = -92°)
B. Pemeriksaan Kuantitatif
Analisis dengan Metode Luff-Schoorl. Prinsip analisis dengan Metode Luff-Schoorl yaitu reduksi Cu2+
menjadi Cu 1+ oleh monosakarida. Monosakarida bebas akan mereduksi larutan basa dari garam
logam menjadi bentuk oksida atau bentuk bebasnya. Kelebihan Cu2+ yang tidak tereduksi
kemudian dikuantifikasi dengan titrasi iodometri (SNI 01-2891-1992).
Reaksi yang terjadi (1.2):
Karbohidrat kompleks → gula sederhana (gula pereduksi)
Gula pereduksi+ 2 Cu2+→ Cu2O(s)
2 Cu2+ (kelebihan) + 4 I-→ 2 CuI2 → 2 CuI- + I2
I2 + 2S2O32-→ 2 I- + S4O6 2-
(1.2)
Osborne dan Voogt (1978) mengatakan bahwa Metode Luff-Schoorl dapat diaplikasikan untuk
produk pangan yang mengandung gula dengan bobot molekuler yang rendah dan pati alami atau
modifikasi.
Kemampuan mereduksi dari gugus aldehid dan keton digunakan sebagai landasan dalam
mengkuantitasi gula sederhana yang terbentuk. Tetapi reaksi reduksi antara gula dan tembaga
sulfat sepertinya tidak stoikiometris dan sangat tergantung pada kondisi reaksi. Faktor utama yang
mempengaruhi reaksi adalah waktu pemanasan dan kekuatan reagen. Penggunaan luas dari metode
ini dalam analisis gula adalah berkat kesabaran para ahli kimia yang memeriksa sifat empiris dari
reaksi dan oleh karena itu dapat menghasilkan reaksi yang reprodusibel dan akurat (Southgate
1976).
Gula invert termasuk golongan gula reduksi karena dapat mereduksi ion tembaga dalamlarutan alkali.Salah satu yang termasuk gula reduksi adalah gula invert. Gula invertdihasilkan dari hidrolisis sukrosa menghasilkan glukosa dan fruktosa. Sukrosabereaksi bersama asam dalam campuran air dengan bantuan enzim invertase.
Struktur glukosa (rotasi +52.7°) Struktur fruktosa (rotasi = -92°)
B. Pemeriksaan Kuantitatif
Analisis dengan Metode Luff-Schoorl. Prinsip analisis dengan Metode Luff-Schoorl yaitu reduksi Cu2+
menjadi Cu 1+ oleh monosakarida. Monosakarida bebas akan mereduksi larutan basa dari garam
logam menjadi bentuk oksida atau bentuk bebasnya. Kelebihan Cu2+ yang tidak tereduksi
kemudian dikuantifikasi dengan titrasi iodometri (SNI 01-2891-1992).
Reaksi yang terjadi (1.2):
Karbohidrat kompleks → gula sederhana (gula pereduksi)
Gula pereduksi+ 2 Cu2+→ Cu2O(s)
2 Cu2+ (kelebihan) + 4 I-→ 2 CuI2 → 2 CuI- + I2
I2 + 2S2O32-→ 2 I- + S4O6 2-
(1.2)
Osborne dan Voogt (1978) mengatakan bahwa Metode Luff-Schoorl dapat diaplikasikan untuk
produk pangan yang mengandung gula dengan bobot molekuler yang rendah dan pati alami atau
modifikasi.
Kemampuan mereduksi dari gugus aldehid dan keton digunakan sebagai landasan dalam
mengkuantitasi gula sederhana yang terbentuk. Tetapi reaksi reduksi antara gula dan tembaga
sulfat sepertinya tidak stoikiometris dan sangat tergantung pada kondisi reaksi. Faktor utama yang
mempengaruhi reaksi adalah waktu pemanasan dan kekuatan reagen. Penggunaan luas dari metode
ini dalam analisis gula adalah berkat kesabaran para ahli kimia yang memeriksa sifat empiris dari
reaksi dan oleh karena itu dapat menghasilkan reaksi yang reprodusibel dan akurat (Southgate
1976).
Gula pereduksi
Gula pereduksi merupakan
golongan gula (karbohidrat) yang
dapat mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan fruktosa. Ujung dari suatu gula pereduksi
adalah ujung yang mengandung gugus aldehida atau keto
bebas. Semua monosakarida
(glukosa, fruktosa, galaktosa)
dan disakarida
(laktosa,maltosa), kecuali sukrosa dan pati
(polisakarida), termasuk sebagai gula
pereduksi. Umumnya gula pereduksi yang dihasilkan berhubungan erat dengan
aktifitas enzim, dimana semakin tinggi aktifitas
enzim maka semakin tinggi pula gula pereduksi yang dihasilkan. Jumlah gula
pereduksi yang dihasilkan selama reaksi diukur dengan menggunakan pereaksi asam dinitro salisilat/dinitrosalycilic acid
(DNS) pada panjang gelombang 540 nm. Semakin tinggi nilai absorbansi yang
dihasilkan, semakin banyak pula gula pereduksi yang terkandung.
·
Glukosa
Glukosa merupakan salah satu
monosakarida yang terpenting,kadang-kadang disebut gula darah (karena dijumpai
di dalam darah), gulaanggur (karena dijumpai dalam buah anggur), atau dekstrosa
(karenamemutar bidang polarisasi ke kanan).
Di dalam molase terdapat
glukosasekitar 14%.
Fruktosa
Fruktosa
merupakan monosakarida sederhana yang banyak terdapat didalam makanan dan merupakan isomer dari glukosa. Fruktosa berwarna
putih dan mudah larut dalam air. Fruktosa juga sulit dikristalisasidalam bentuk
larutan. Didalam molase terdapat fruktosa sekitar 16%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar